Sejarah Tengger dimulai kurang lebih Tahun 1115 Masehi atau Tahun
1037 Caka, pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri diperintah oleh Raja
Erlangga dan diteruskan oleh Kamiswara I dan sampai dengan pemerintahan
Jayabaya. Pada waktu itu hiduplah seorang Resi yang bernama resi Murti
Kundawa, seorang resi yang mempunyai kesaktian tinggi karena memiliki
sebuah pusaka yang bernama Kyai Gliyeng. Setelah diangkat menjadi
senopati pada tahun 1130 M,Murti Kundawa berganti nama menjadi resi
Kandang Dewa.
Resi Kandang Dewa mempunyai empat orang anak yaitu Joko Lajang (
1125), Dewi Amisani(1127), Joko Seger(1130) dan Dani Saka(11320. Dari
keempat putranya Joko Segerlah yang mewarisi ilmu dari sang ayah dan
diwarisi pusaka Kyai Gliyeng sehingga menjadi seorang pendekar yang
pilih tanding. Pada masa kerajaan Kediri terdapat sebuah Kadipaten yaitu Kadipaten Wengker ( Daerah Ponorogo ) yang dipimpin oleh seorang Adipati bernama Surogoto. Adipati Surogoto mempunyai seorang putri cantik yang bernama Dewi Retno Wulan, akan tetapi kecantikan Dewi Retno Wulan tidak diimbangi dengan kesehatannya. Dewi Retno Wulan menderita penyakit bawaan yang tak kunjung sembuh dari kecil sampai dewasa. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Sang Adipati untuk menyembuhkan putri semata wayangnya,dari mulai Dukun (paranormal ) Tabib bahkan seorang Resi yang mempunyai ilmu tinggipun belum mampu menyembuhkan penyakit Putri Dewi Retno Wulan. sehingga membuat Adipati Surogoto merasa sedih,begitu pula seluruh rakyat Kadipaten Wengker.
Sampai akhirnya tepat pada bulan Kartika Adipati Surogoto mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan Putri semata Wayangnya, apabila ia seorang wanita akan dijadikan saudara Dewi Retno Wulan dan apabila ia seorang laki-laki akan dijodohkan menjadi suami Dewi Retno Wulan. Kabar tersebut tersebar sampai di wilayah Kediri begitu juga Joko Seger telah mendengar kabar tersebut, akhirnya dengan restu sang ayah dan dengan dibekali pusaka Kyai Gliyeng Joko Seger berangkat ke Kadipaten Wengker. Saat itu ,pertengahan bulan Kartika, Joko Seger mengikuti sayembara di Kadipaten Wengker. Setelah menghadap Adipati Surogoto ,Joko Seger diijinkan untuk mengikuti sayembara, berangkatlah Joko Seger menuju alun-alun Kadipaten Wengker untuk bersemedi sambil menancapkan pusaka Kyai Gliyeng , dalam semedinya Joko Seger mendapatkan petunjuk bahwa, Dewi Retno Wulan dapat sembuh apabila diberikan ramuan yang terbuat dari buah delima dan namanya perlu diganti sesuai dengan sakitnya. Akhirnya setelah selesai bersemedi Joko Seger kembali ke Kadipaten untuk melaksanakan petunjuk tersebut,Dewi Retno Wulan diberikan ramuan buah delima yang sudah direndam dengan air suci, setelah selesai minum tiba-tiba Dewi Retno Wulan menjadi sembuh dan kemudian namanya diganti menjadi Dewi Loro Anteng (Loro,,jawa=.Sakit , Anteng,jawa=lama)
Melihat anaknya sembuh Adipati Surogoto sangat bahagia begitu juga seluruh rakyat Kadipaten Wengker,akhirnya Adipati menepati janjinya Joko Seger dikawinkan dengan Dewi Loro Anteng yang tidak lain adalah Dewi Retno Wulan yang telah diganti namanya sesuai dengan petunjuk hasil semedi Jogo Seger.Dan Sang Adipati akan melaksanakan Upacara Selametan Karo (Upacara Karo adalah Upacara Nyelameti keduanya yaitu Joko Seger dan Loro Anteng) tepat pada saat bulan Pusa.
Ucapan sang Adipati : Duh anakku,wis teka titi mangsane wulan puso,kowe kekarone bakal tak selameti karo, terjemahan bebasnya :Duh anakku,jika datang bulan puso,kamu berdua akan saya adakan selamatan (nikah) untuk kalian berdua.Berawal dari ucapan sang adipati inilah tradisi Upacara Karo yang oleh masyarakat tengger setiap tahunnya diperingati sampai sekarang ini.
Upacara pernikahan Joko Seger dan Dewi Loro Anteng dilaksanakan pada tanggal 15 bulan Pusa ( saat bulan purnama), rombongan pengantin dari Kediri dengan diiringi prajurit dan Penari Sodor Putra Putri yang berjumlah dua belas orang.yang masing masing membawa sebatang bambu yang diisi berbagai macam biji palawija dan ujungnya ditutup dengan serabut kelapa.Sedangkan ditempat pengantin putri ( kadipaten Wengker ) menyediakan berbagai macam sesajen atau dandanan antara lain Payung,Takir Janur ( pupus daun kelapa), gayung bathok/sewur ( bathok kelapa ) , pengaron ( alat masak yang tebuat dari tanah liat ) dan seluruh perlengkapan sesajen lainya,perhelatan Upacara Perkawinan dengan berbagai macam Ubo Rampen (peralatan dan sesajen ) ini dinamakan upacara Tawang Walagara (wala=surat,gara=cerita) atau Tawang Padang atau Ngenom/sodoran. adapun Tari Sodoran yang dilakukan oleh pihak pengantin pria dinamakan Sodoran ( ngenom / pembuka ) diambil dari kata diatas.Peristiwa ini di petuahkan oleh sang Adipati surogoto kepada para resi,senopati dan dukun kadipaten, bahwa kedatangan Joko Seger pada bulan Kartika itu disebut permulaan sedangkan kedatangannya pada pertengahan bulan Puso dilaksanakan Selametan Karo (nikah).dari peristiwa penetapan mangsa tersebut maka nama bulan kartika diganti menjadi Kasa / bulan Kasa ,sedangkan bulan Puso diganti menjadi Karo / bulan Karo.(penetapan dilaksanakan upacara karo setiap tahun sampai sekarang).
Selanjutnya untuk mempererat tali persaudaraan antara kedua keluarga maka Joko seger dan Loro Anteng beserta kerabat dari keduanya diharuskan saling kunjung mengunjungi satu sama lainnya ( yang sekarang dikenal dengan Dederek yaitu acara kunjung mengunjung antara kerabat,teman tetangga yang disertai dengan minum dan makan sebagai rasa penghormatan kepada yang mengunjungi ). Setelah itu Joko Seger dan Loro Anteng sebagai pasangan Manten Anyar ( kemanten baru ) diharuskan melakukan upacara Nyadran / Nelasih ( pergi ke makam keluarga yang telah meninggal dunia untuk berdoa dan memohon rest
blog walking aja heheheh...
ReplyDeletekunjungi kami ya http://bitbing.blogspot.com